SUARA INDONESIA JAWA TIMUR

Pedagang Pasar Tolak Kenaikan Retribusi, Ini Respons Plt Bupati Trenggalek

Rudi Yuni - 06 May 2024 | 15:05 - Dibaca 808 kali
Advertorial Pedagang Pasar Tolak Kenaikan Retribusi, Ini Respons Plt Bupati Trenggalek
Plt Bupati Trenggalek, Syah Muhammad Natanegara, saat menerima pedagang pasar yang menolak kenaikan retribusi. (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, TRENGGALEK- Wakil Bupati Trenggalek yang juga menjabat sebagai Plt bupati, Syah Muhammad Natanegara, menerima aspirasi warga pedagang pasar se-kabupaten, di Pendopo Manggala Praja Nugraha, Senin (6/5/2024).

Adapun aspirasi yang disampaikan para pedagang pasar yakni adanya kenaikan retribusi bulanan di seluruh pasar di bawah naungan pemerintah daerah.

"Secara humanis kami telah menerima dan menanggapi aksi unjuk rasa para pedagang pasar, di mana ini bentuk check and balancing," kata Mas Syah, sapaannya.

Menurutnya, pedagang pasar yang melakukan aksi sekitar 300 orang. Mereka menyampaikan keberatan atas kenaikan retribusi pasar yang hampir menyentuh angka 400 persen, sesuai Perda Nomor 5 Tahun 2024.

Menurut para pedagang pasar, angka ini cukup memberatkan bagi mereka. Pedagang menuntut kenaikan tarif retribusi ini diturunkan dengan kenaikan tarif retribusi yang ditolerir sebesar 30 persen.

"Tadi sudah saya jelaskan kenaikan retribusi ini tidak berlaku ke seluruh pedagang, melainkan hanya berlaku kepada pedagang kios saja," ungkapnya.

Dia menambahkan, untuk los dan pelataran masih sama. Cuma yang membedakan bila biasanya ditarik karcis tiap hari Rp 300 per meter persegi, kini ditarik bulanan atau tiga bulan sekali, sehingga kelihatannya banyak.

Sedangkan kenaikan lebih tarif kios yang sebelumnya Rp 100 per hari per meter persegi, disesuaikan menjadi sekitar Rp 350 per hari per meter persegi, sehingga kelihatan mencapai 400 persen. Dan tarif Rp 100 itu sudah berlaku 12 tahun terakhir, belum diubah sama sekali.

"Menanggapi masukan ini, akan kami perhatikan karena menyangkut hajat hidup orang banyak," tegasnya.

Masalah mendasar perda ini, terakhir perda 2023 lalu. Usianya sudah 12 tahun, semenjak itu belum pernah ada perubahan retribusi, padahal inflasi sudah luar biasa.

“Terima kasih kepada seluruh peserta aksi untuk antusiasme pada siang hari ini. Karena ini menjadi salah satu evaluasi kita mengambil kebijakan ke depan. Seperti yang sama-sama kita tahu, tidak ada tindakan yang merugikan semua pihak,” ucapnya.

"Jadi kita akan berupaya untuk mencari solusi yang terbaik untuk pedagang-pedagang yang ada di pasar Kabupaten Trenggalek," imbuh Mas Syah.

Lebih lanjut, Mas Syah yang mendasari kenaikan retribusi pasar ini adalah Perda No 5 Tahun 2023. Dan sebelum perda ini disahkan, regulasi terakhir yang menjadi acuan adalah Perda No 5 Tahun 2005 dan Perda Tahun 2012 atau sekitar 12 tahun lalu.

Namun, ketika ada penyesuaian tarif muncul sedikit gejolak, menurut mantan aktivis kepemudaan itu, bisa saja sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kurang maksimal.

"Ini menjadi masukkan bagi kita dan akan kita tampung. Sesuai tuntutan pedagang pasar akan kita sesuaikan lagi. Kalau perlu, akan kita evaluasi dan lebih kita sosialisasikan lagi," jelasnya.

Kepala Dinas Komindag Trenggalek, Saniran menambahkan, pasar itu ada tiga objek. Yakni pelataran, los dan kios. Pada perda lama, los itu tidak sama. Rata-rata Rp 300 per meter persegi per hari. Kios itu rata-rata Rp 100 per meter per hari.

Atas dasar itu di PP 35 Pasal 33, dalam penyesuaian tarif harus mengacu prinsip, salah satunya asas keadilan. Makanya kalau tadi disebut los itu sudah Rp 300 sedangkan kios Rp 100, maka di perda baru ini untuk kios memuat sedikit di atas los, sehingga ada yang di atas Rp 350.

“Pergeseran angka dari Rp 100 menjadi Rp 350 inilah yang menjadikan terkesan 300 atau 400 persen,” terangnya.

Pada dasarnya, kalau ditinjau dari itu, sebetulnya pemanfaat kios dari dulu lebih rendah dari los. Cuma bedanya, kalau dulu los itu nariknya pakai karcis setiap hari, sehingga tidak terasa.

Sementara yang kios, sejak dulu sudah perhitungan satu tahun, ditarik tiga bulan atau 30 hari. Sehingga setornya memang terlihat agak tinggi. Misalnya Rp 50 ribu per bulan. “Sedangkan los Rp 300 per hari, karena inilah mungkin kelihatannya besar,” sebutnya.

Penarikan retribusi ini, menurut Saniran, disesuaikan dengan pedagang. Kalau pedagang pasar dikalikan setiap pasar buka, artinya tidak setiap hari. “Sedangkan yang berdagangnya setiap hari, maka pengaliannya setiap hari,” tutupnya. (ADV)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Rudi Yuni
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya