SUARA INDONESIA JAWA TIMUR

Secuil Kisah Perjalanan Kesenian Ludruk Budi Wijaya Jombang yang Kini di Tangan Generasi Kedua

Gono Dwi Santoso - 13 March 2024 | 20:03 - Dibaca 6.83k kali
Hiburan Secuil Kisah Perjalanan Kesenian Ludruk Budi Wijaya Jombang yang Kini di Tangan Generasi Kedua
Pimpinan Ludruk Budi Wijaya Didik Purwanto, saat pementasan festival ludruk di Desa Ketapang Kuning, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang, 2023 lalu. (Foto: Gono Dwi Santoso/Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, JOMBANG – Selain terkenal dengan sebutan Kota Santri, Kabupaten Jombang juga populer dengan julukan Kota Pluralisme. Karena masyarakat Jombang saling menghormati meski berbeda keyakinan dan kepercayaan. Mereka juga selalu menjunjung tinggi toleransi antarsesama.

Tak hanya itu, Kabupaten Jombang juga terkenal akan keseniannya. Salah satunya adalah kesenian Ludruk yang merupakan seni pertunjukan. Teater tradisional Jawa ini lahir dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan bersumber apa yang terjadi di tengah-tengah kehidupan rakyat.

Salah satunya adalah Ludruk Budi Wijaya yang pertama kali didirikan oleh Sahid Pribadi sebagai pimpinan. Ludruk Budi Wijaya berdiri di Dusun Simowau, Desa Ketapang Kuning, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada tahun 1985 .

Ditemui di kediamannya, pimpinan Ludruk Budi Wijaya, Didik Purwanto (45) yang merupakan generasi kedua dari pendiri, mengatakan, sebelum mendirikan ludruk Budhi Wijaya, sang ayah dulu seorang pedagang asongan yang menjual minuman dan makanan kepada penonton yang melihat pentas ludruk.

"Bapak dahulu kegiatannya sering membantu pada saat ada kegiatan pentas Ludruk Warna Jaya yang juga asal Jombang. Dan dahulu adalah seorang panjak Ludruk Warna Jaya," terangnya.

Didik menjelaskan, asal mula berdirinya Ludruk Budi Wijaya waktu itu di grup Ludruk Warna Jaya yang diikuti bapaknya ada konflik internal, setelah ada salah satu pemain yang tidak dibayar. Akhirnya, satu per satu, anggota grup terpisah.

“Namun Bapak kasihan dan membantu mencarikan solusi. Dan usaha tersebut berhasil dan konsisten dilakukannya. Sehingga lambat laun ayah mendirikan ludruk sendiri yang diberi nama Budhi Jaya," kenangnya.

Didik mengatakan, aktivitas pentas seni ludruk dimulai dari nol. Termasuk mengenalkan diri di kecamatan hingga ada acara hajatan di masyarakat. Waktu itu getok tular dari mulut ke mulut untuk sarana promosinya.

”Setelah pentas di berbagai kecamatan, lambat laun namanya terkenal. Pak Sahid dipercaya pemain karena komitmen memberikan gaji kepada para pemain ludruk yang dibinanya," paparnya.

Didik menambahkan, Ludruk Budhi Jaya mulai terkenal sekitar 1990-an. Setiap pekan, mereka selalu keluar Jombang untuk pentas. Bahkan, di tahun itu pula nama ludruk Budhi Jaya berganti nama menjadi Budhi Wijaya.

”Puncak ramai ramainya 2005 lalu, setahun kita sempat mendapat ratusan job di berbagai daerah. Tak hanya di Jombang, juga sering pentas di berbagai kota di Jawa Timur. Mulai Mojokerto, Pasuruan, Gresik, Probolinggo, dan Lamongan dan sekarang untuk pengenalan ludruk sudah merambah ke digital yang menggunakan media sosial untuk promosinya," pungkasnya.(*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Gono Dwi Santoso
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya