SUARA INDONESIA JAWA TIMUR

Bungkam Kebebasan Pers, Jurnalis Bangkalan Tolak RUU Penyiaran

Moh.Ridwan - 18 May 2024 | 17:05 - Dibaca 912 kali
News Bungkam Kebebasan Pers, Jurnalis Bangkalan Tolak RUU Penyiaran
Baliho yang dibentangkan Jurnalis Bangkalan di akses Suramadu. (Foto: Istimewa)

SUARA INDONESIA, BANGKALAN - Segenap Jurnalis Bangkalan melakukan aksi protes menolak draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang diinisiasi DPR. Mereka menggelar aksi di pintu masuk jembatan Suramadu sisi Bangkalan, Jawa Timur, Sabtu (18/5/2024).

Dengan membentangkan baliho, insan pers mendesak agar RUU tidak disahkan menjadi undang-undang. Sebab, adanya pasal yang merugikan kebebasan pers. Tujuan pemasangan baliho di pintu keluar masuk jembatan Suramadu agar publik bisa membacanya serta para pejabat maupun anggota DPR RI dapil Madura bisa membacanya. 

"Biar semua pihak terutama DPR bisa membaca keinginan dari insan pers," kata Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Madura Raya Abdur Rahem.

Dia mengatakan bahwa draf RUU Penyiaran ini tumpang tindih dengan UU Pers. Dalam RUU Penyiaran ini penyelesaian sengketa pers mau diselesaikan di KPI. Padahal harusnya di dewan pers. Itu sudah tidak benar.

Selain itu, pasal yang melarang penayangan hasil investigasi di media dalam RUU Penyiaran ini juga bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.

 "Revisi tersebut tidak saja mengancam kebebasan pers, tetapi juga merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan akses informasi yg berkualitas," katanya.

Larangan investigasi bertentangan dengan Pasal 4 Ayat (2) UU Pers. Jelas larangan itu akan membungkam kemerdekaan pers dan merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan informasi yang berkualitas.

Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran terus menuai kritik. Sejumlah pasal dalam draft RUU Penyiaran itu dinilai berpotensi memberangus kebebasan pers. Meski muncul penolakan, pembahasan Rancangan Undang-undang tetap berjalan.  

Revisi UU Penyiaran Yang Berpotensi Mengancam Kemerdekaan Pers Salah satu pasal yang menuai protes, Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang mengatur larangan penayangan eksklusif liputan investigasi.

Sementara liputan investigasi dan ekslusif menjadi mahkotanya jurnalis, karena hasil liputan yang mendalam, membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama.

Dalam aksi ini, mereka juga mengkritik keras argumentasi Komisi I DPR yang mengatakan bahwa jurnalisme investigasi mempengaruhi proses hukum.

 Menurutnya, argumentasi ini sulit diterima akal sehat. Seba, di berbagai negara demokrasi, proses pro justisia bisa berjalan bersama dengan hak masyarakat untuk menerima informasi yang berkualitas. 

"Kalau RUU Penyiaran ini disahkan, maka tidak akan ada lagi kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah. Tugas DPR hanya mensejahterakan masyarakat dan membela masyarakat bukanlah membungkam tugas media," tegas Rahem.

Oleh karena itu, larangan untuk menyiarkan liputan investigasi dan ekslusif tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Dia berpendapat, ada pihak-pihak yang mencoba membungkam terhadap kebebasan pers. Namun, belum tau siapa yang memasukan pasal-pasal yang merenggut kemerdekaan pers itu.

Aksi penolakan akan terus berlangsung hingga DPR mencabut pasal pasal yang merugikan tugas jurnalistik. Dan kami berjanji apabila tuntutan para jurnalis tidak dipenuhi maka kami berjanji akan melakukan aksi besar-besaran bersama rekan rekan jurnalis se-Indonesia untuk mengepung kantor DPR di Senayan.

"Kami menolak pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang menghalangi tugas jurnalistik dan kemerdekaan pers," ancamnya. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Moh.Ridwan
Editor : Mahrus Sholih

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya