SUARA INDONESIA, JAKARTA - Tim ekonomi Presiden terpilih Prabowo Subianto membantah laporan yang menyebutkan adanya rencana untuk meningkatkan rasio utang menjadi 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pernyataan ini disampaikan oleh Thomas Djiwandono, politisi Partai Gerindra, yang memimpin diskusi fiskal antara tim ekonomi Prabowo dan Kementerian Keuangan saat ini.
Thomas Djiwandono menegaskan bahwa Prabowo belum menetapkan target tertentu untuk tingkat utang dan akan mematuhi batasan hukum terkait metrik-metrik fiskal.
Pernyataan ini bertujuan untuk menenangkan pasar yang sempat terguncang oleh laporan sebelumnya yang menyebabkan nilai tukar rupiah turun 0,9% dan yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun melonjak.
"Kami tidak sedang membicarakan mengenai target utang-terhadap-PDB sama sekali. Ini bukan rencana kebijakan formal," kata Thomas, yang juga keponakan Prabowo.
Pernyataan ini diharapkan dapat meredam kekhawatiran investor dan lembaga pemeringkat yang memantau dengan cermat kebijakan fiskal Prabowo.
Diskusi antara tim Prabowo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lebih fokus pada strategi peningkatan pendapatan, pengkajian pengeluaran, dan alokasi anggaran untuk program-program prioritas seperti program makan gratis untuk anak-anak.
Thomas menambahkan bahwa defisit anggaran 2025 akan tetap di bawah 3% dari PDB.
Setelah krisis keuangan Asia pada 1990-an, Indonesia menetapkan aturan defisit anggaran tahunan tidak boleh melebihi 3% dari PDB dan membatasi rasio utang maksimal 60% dari PDB.
Aturan ini telah membantu Indonesia membangun catatan manajemen fiskal yang solid dan meraih peringkat investasi dari sejumlah lembaga pemeringkat.
Meskipun Prabowo mengusung target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang memerlukan pembiayaan melalui utang, dia berkomitmen untuk tetap mematuhi batas defisit anggaran.
Hal ini penting untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dan kepercayaan investor.
Thomas menekankan bahwa kehati-hatian fiskal merupakan prinsip utama dalam kebijakan ekonomi Prabowo.
Pernyataan resmi dari tim Prabowo ini diharapkan dapat mengklarifikasi spekulasi yang merugikan mata uang dan pasar obligasi Indonesia.
Sebagai Presiden terpilih, Prabowo menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pembiayaan program pembangunan dan menjaga stabilitas fiskal.
Lembaga pemeringkat dan investor akan terus memantau perkembangan kebijakan fiskal di bawah pemerintahan Prabowo.
Kestabilan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada kebijakan fiskal yang prudent dan transparan.
Oleh karena itu, komunikasi yang jelas dan strategi yang terencana menjadi kunci dalam mengelola ekspektasi pasar dan menjaga kepercayaan investor.
Dengan komitmen untuk tidak meningkatkan rasio utang secara signifikan dan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian fiskal, pemerintahan Prabowo diharapkan dapat melanjutkan momentum positif dalam pembangunan ekonomi tanpa menimbulkan ketidakstabilan fiskal yang berlebihan.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi